OM Nama Siwa-Buddha.
Kedua pendeta Siwa dan Buddha diharapkan menguasai ajaran Siwa
dan Buddha. "Apan tiwas juga sirang muni Buddha paksa; yan tan wruhing
parama tattwa Siwatwa marga; mangkang munindra sang apaksa Siwatawa yoga; yan
tan wruhing paramatattwa Jinatwa mandia" (karena dipandang tidak sempurna
bila pendeta Buddha tidak mengetahui hakikat ajaran Siwa; demikian pula para
pendeta Siwa dipandang tidak sempurna jika tidak mengetahui inti ajaran
Buddha). Lebih jauh tidak hanya mengetahui kedua ajaran tersebut, yang paling
penting adalah mampu membuatnya menunggal di dalam dirinya. Penunggalan ini
bukan sekedar pemberian nama kepada seseorang pendeta; yang dipentingkan adalah
bahwa benar-benar yang bersangkutan memperagakan Siwa-Buddha (Siwa-Buddha
paraga) disamping memperagakan Weda (Weda paraga). Itulah sebabnya dalam
tradisi Hindu di Bali seorang pendeta tidak boleh mempercayai suara engengan
yang belum tentu kebenarannya. Para pendeta harus berpedoman kepada
sastra-sastra agama karena pendeta adalah berbadankan sastra (sastra paraga),
artinya seorang pendeta tidak boleh alpha sastra. Secara hirarkhis, kebenaran
bersumber pada kebenaran sastra (sastratah), lebih tinggi dari guru (gurutah)
dan swatah atau kebenaran disepakati bersama (paroktah).
OM Shanti.
No comments:
Post a Comment