LONTAR SAIVA SIDDHANTA TERTUA
Ini adalah salah satu manuskrip LONTAR Sansekerta tertua,
bertahun 828 Masehi, ditemukan di Nepal, sekarang disimpan di Cambridge
University Library.
LONTAR ini berisi ajaran Hindu, lebih khusus yang terkait Siwa,
Saiva Siddhanta, sebuah ajaran Tantra Esoterik, berisi beberapa ayat Yajurveda.
Menarik untuk membandingkan Saiva Siddhanta di Bali dan Nepal.
Tulisan di bawah ini sedikit bercerita tentang Hindu di Nepal,
negeri ditemukannya manuskrip tersebut.
----------((((()))))))------------
*HINDU BALI LEBIH MIRIP HINDU NEPAL*
— _Catatan Harian Sugi Lanus, 2 Juni 2022._
Oleh *Sugi Lanus*
Saya sepakat 1000% dengan pendapat yang mengatakan bahwa praktek
beragama dan ritual Hindu Bali ya Hindu Bali, berbeda dengan Hindu di India.
Tetapi, jika ada pertanyaan kenapa Hindu Bali berbeda dengan
Hindu India? Saya akan mengajak si penanya untuk “jalan-jalan” ke Nepal.
_*Kenapa ke Nepal?*_
Dengan membandingkan Hindu di Nepal dan Hindu di India, kita
akan paham bahwa bukan saja Hindu Bali berbeda dengan India. Tetangga dekat
India, yaitu Nepal, pun tradisi Hindu-nya sangat berbeda dengan Hindu India.
_*Apa beda Hindu Nepal dan Hindu India?*_
Di sini saya akan merangkum 3 perbedaan mendasar antara Hindu di
India dan Hindu di Nepal — pendapat ini adalah pandangan para ahli perbandingan
Hinduisme di India.
1. *Agama Hindu dan Buddha tidak terpisah satu sama lain dalam
masyarakat di Nepal.* Hal ini bukan hal biasa dibandingkan di India. Di India
sendiri Hindu dan Buddha terbentang jarak perbedaan. Sementara di Nepal
keduanya tumbuh bersama tanpa jarak, bahkan bisa dikatakan berbaur. Pembauran
Hindu dan Buddha di Nepal ini tidak sama persisi dengan apa yang terjadi di
Bali, tetapi di kedua tempat ini terjadi pembauran yang unik. Di Bali
“pembauran Hindu-Buddha” yang menyisakan garis kependetaan Buddha dalam
Hindu-Bali. Di Nepal terjadi diranah Tantraisme. Di India hal seperti ini
dianggap tidak umum.
2. *Tidak ditemukan adanya pengaruh Islam di Nepal.* Sementara
Hindu di India mengalami pengaruh dan tekanan kuat dalam beberapa abad di bawah
Dinasti Mughal (Mughal juga dieja Mogul, atau dalam ucapan Persia disebut
Mughūl (“Mongol”). Dinasti Muslim asal Turki-Mongol ini pernah menguasai
sebagian besar India utara dari awal abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-18.
Pengaruh ini banyak memunculkan tekanan, berbagai aliran keagamaan Hinduisme
berusaha bangkit dan mengambil bentuk berbagai paham Hinduisme yang mengeras
untuk membentengi diri dari desakan pengislaman oleh Dinasti Mughal. Berbagai
ajaran Hindu yang berkembang akibat tekanan dinasti Islam ini menjadi variabel
perubahan besar dalam sejarah perkembangan Hindu di India. Posisi Nepal sama
dengan pulau Bali, tidak terkena pengaruh tekanan Islam dimasa ekspansi Islam
sekitar abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-18.
3. *Dalam Hindu Nepal tidak ditemukan pengaruh tradisi Bhakti
penyembah Rama atau Krishna.* Sekalipun di Nepal dikenal istilah ‘bhakti’,
tradisi bhakta penyembah atau "pentuhanan" Rama dan Krishna tidak
berkembang secara signifikan. Para peneliti India yang melakukan pengamatan
terhadap Hindu di Nepal sepakat berpendapat: Meskipun ada kuil yang
didedikasikan untuk Rama dan Krishna, emosi yang terkait dengan mereka tidak
intim dan pribadi, dan hampir tidak romantis. Masyarakat Hindu Nepal tidak
punya keterkaitan emosional yang mendalam dengan sosok Rama dan Krishna.
Tiga pembeda pokok antara tradisi Hindu di India dan Hindu di
Nepal tersebut juga menjadi pembeda antara Hindu India dan Hindu Bali.
Tidak hanya berhenti di sana, kemiripan lainnya antara Hindu
Nepal dan Hindu Bali, ada beberapa pokok lainnya, diantaranya:
1. *Secara arsitektur, Meru di Bali punya kemiripan dengan
kuil-kuil Hindu di Nepal.* Para pengamat arsitektur Hindu umumnya sepakat bahwa
meru di Nepal mirip dengan meru di Bali. Orang Bali akan terkejut (dan kagum)
jika pergi ke kuil Pashupatinath (Nepali : पशुपतिनाथ) yang didedikasikan untuk pemujaan Paśupati. Kuil Hindu yang serupa
meru ini terletak di Kathmandu, Nepal.
Kuil Hindu Paśupatinath adalah semacam Besakih-nya Hindu di
Nepal. Kawasan kuil Hindu yang luas ini memiliki meru-meru atau percandian,
dengan pasraman, relief atau gambar-gambar, dan prasasti yang tersebar selama
berabad-abad di sepanjang tepi sungai Bagmati yang sangat disucikan. Kuil Hindu
ini merupakan salah satu dari tujuh kelompok monumen yang diakui UNESCO yang
terhampar di atas Lembah Kathmandu.
2. Jika kita bandingkan dengan berbagai ritual yang ada di Bali,
seperti Tumpek dan banten terkait Hyang Paśupati lainnya; apalagi jika kita
kaitkan dengan sejarah turunnya para Sapta Rsi di Bali, yang diperintahkan oleh
Hyang Pasupati; *Hindu di Nepal juga sangat kental dengan pemujaan Paśupati*.
Dalam berbagai lontar babad yang diwarisi di Bali sebutkan
bahwa: Hyang Pasupati turun ke Bali ketika pulau Bali dan Lombok masih dalam
berkeadaan bergoncang-goncang. Pulau Bali bagaikan perahu oleng berayun-ayun di
tengah samudera. Turunlah Bhatara Hyang Pasupati ke Bali menyelamatkan pulau
Bali. Dengan memindahkan sebagian puncak Mahameru yang dibawa ke Pulau Bali dan
Lombok, Hyang Pasupati mengajegkan Bali. Dalam lontar-lontar babad disebutkan
peristiwa datangnya *Hyang Pasupati ke Bali terjadi pada hari Kamis Keliwon
wuku Merakih, sasih kedasa (sekitar bulan April), ketika tilem (bulan mati/
tergelap), rah 1, tanggek 1, tahun śaka berekor 11.*
Dalam Hindu Nepal sendiri Paśupati adalah “the national deity of
Nepal” (Dewa Utama secara nasional dimuliakan oleh Hindu Nepal). Paśupati atau
Paśupatinath bagi Hindu di Nepal berarti “Sang Penguasa segala binatang” — hal
ini punya pengertian yang sama dengan Hyang Pasupati dalam lontar-lontar dan
tradisi tutur di Bali. Paśupati adalah julukan Rudra pada periode Weda.
Kemudian berkembang Paśupati dikenal dalam masyarakat Nepal dan Bali sebagai
salah satu julukan Śiwa. Penghormatan dan pemuliaan Paśupati di Nepal dan Bali
punya kemiripan, demikian juga posisinya yang sangat sentral dalam ritual di
Nepal dan Bali.
3. *Di Nepal dan Bali dikenal pendeta Mahabrahmana.* Keberadaan
pendeta Mahabrahmana dikenal dalam era pemerintahan *Raja Jayapangus* di Bali.
Posisinya disebutkan dalam prasasti bersama pendeta-pendeta yang lain; *“mpuku
sewa-sogata-rsi-mahabrahmana”*, salah satunya dalam Prasasti Kayubihi, yang bertahun
1103 Śaka atau 1181 Masehi.
Pendeta Mahabrahmana dikenal dalam kerajaan Nepal bertugas
secara khusus muput/memimpin upakara penyucian orang meninggal (atau Ngaben
jika dibandingkan di Bali). Tentang pendeta Mahabrahmana ini ditemukan secara
khusus dalam kerajaan Hindu Bali Kuno dan Hindu Nepal. Tentang hal ini tentu
perlu kajian mendalam yang lebih jauh jika ingin membandingkannya. Namun
demikian, saya menduga (dan dugaan ini belum tentu benar) bahwa pendeta
Rsi-Mahabrahmana yang disebutkan dalam prasasti era Jayapangus kemungkinan
terkait dengan keberadaan kependetaan Sangguhu yang ada jejaknya di Bali sampai
sekarang.
Pendeta Mahabrahmana di Nepal adalah pendeta khusus yang
bertugas dalam pitra-yadnya, punya tugas khusus dalam ritual yang dilakukan untuk
menyucikan *layon* (sang mati) dari mulai baru meninggal hingga penyucian jiwa
orang yang meninggal, selanjutnya penyucian agar jiwa orang yang meninggal
diantar dengan sarana ritual agar bisa memasuki alam leluhur (pitra). Dalam
Hindu di Nepal dipercaya ruh orang yang meninggal bisa kesasar, dan bisa
beresiko gentayangan (pitra kasasar). Agar tidak menjadi *petra-kesasar*, sang
jiwa yang meninggalkan ini harus dituntun dengan upakara khusus untuk memasuki
dunia leluhur.
Pendeta Mahabrahmana sering diasosiasikan berasal dari status
bawah dalam warna para brahmana karena mereka terlibat langsung dalam menangani
kematian yang dianggap bisa mencemari kebrahmanaan seseorang — pekerjaan ini
dalam tradisi kuno dihindari oleh banyak orang. Sekalipun posisi pendeta
Mahabrahmana dianggap “pendeta kematian”, pendeta kelompok ini sejatinya
kelompok brahmana sejati. Kalau dibandingkan dengan keberadaan pendeta Sangguhu
di Bali di era Dalem Samprangan, Sangguhu “dicibir” sebagai pendeta bawahan
karena keterlibatannya ikut dalam upacara kematian Dalem Samprangan. Ketika itu
pendeta brahmana dianggap “tidak suci” jika terlibat dalam pembersihan jenasah.
Semenjak itu satu kelompok pendeta Sangguhu dianggap “tercemar kebrahmanaan”
dan statusnya karena membantu proses upakara layon dan prateka Dalem
Samprangan. Padahal, Sangguhu sejatinya adalah brahmana sejati yang memiliki
Weda-nya tersendiri, yang tidak lain adalah utusan *Sang Sinuhun Kidul* untuk
datang ke Bali membantu penyelesaian upakara ruwatan bumi dan upakara kerajaan
di masa itu. Dalam salah satu catatan Dalem Gelgel disebutkan Sangguhu adalah
pendeta utusan Sang Sinuhun Kidul — menjadi pertanyaan siapa sosok Sang Sinuhun
Kidul ini? Jika dibandingkan pendeta Mahabrahmana di Nepal, menarik
dibandingkan dengan keberadaan pendeta Sangguhu di Bali.
4. Hal sangat menarik adalah pedoman kepemangkuan di Bali,
terkhusus sesontengan dan mantra memuliakan Paśupati adalah penyebutan
bija-aksara *SA-BA-TA-I* yang dikenal sebagai *Pancabrahma* yaitu: *Sadyojata,
Bamadewa, Tatpuruśa, Aghora & Iśana* — yang ditulis dalam lontar
*Sangkulputih* dan *Kusumadewa* yang tak lain adalah lontar-lontar pedoman
puja-saha-sesontengan pemangku di Bali — juga tak lain dewa-dewa perwujudan
Hyang Paśupati yang dimuliakan di Nepal.
5. *Tantrisme Buddha dan Śiwa sangat kuat di Nepal.* Baik
tantrisme Buddha dan Śiwa, keduanya tidak bisa dipisahkan dalam sejarah Hindu
di Nepal. Ini juga yang terjadi dalam praktek ritual Hindu Bali. Sama dengan
Hindu Nepal, pengaruh tantra Buddha dan tantra Śiwa menjadi salah satu pilar
pokok ritual di Bali.
Catatan kecil ini hanyalah ajakan untuk tidak sekedar berkutat
sebatas membanding-bandingkan Hindu Bali dan Hindu India. Sesekali, yuk,
melawat ke Nepal. Atau, kalaupun harus ke India, tidak hanya berkutat di India
Tengah dan sekitarnya; melawatlah ke Selatan yang tradisinya sangat beragam —
sesekali kita melawat ke Kerala yang suasana alamnya lebih mirip Bali dimana
pohon kelapa nyiur melambai dan ada kisah konon kelapa di sana berasal dari
Bali? Atau, pergilah ke atas, membandingkan Śiwaisme Hindu Bali dengan Śiwaisme
Jammu dan Kashmir di India Utara adalah tantangan yang menarik untuk dimasuki.
India itu luas — luasnya 3.287.590 km2, bandingkan dengan luas
Bali 5.780 km². Manusia India itu berlimpah — berlimpah ragam tradisi
kedaerahan dan perangai budaya masing-masing wilayah yang sangat berbeda-beda —
jumlah penduduk India lebih dari 1 miliar jiwa (1.274.590.000 jiwa), sementara
penduduk Bali 4,27 juta jiwa. Di tanah India yang luas dan berlimpah manusia
ini tradisi Hindu tidak pernah tunggal. Ada berbagai ragam tradisi Hindu dengan
interpretasi kitab dan praktek ritual kedaerahan masing-masing sangat beragam.
Masing-masing daerah atau desa punya “desa-kala-patra” tersendiri.
Menjadi catatan dari banyak pakar-pakar tertinggi sejarah
Hindusime dunia: *Dari era 3500 Sebelum Masehi tradisi Hinduisme tidak pernah
seragam. Terbentang sejarah panjang dan naskah-naskah tebal dengan beraneka
ragam tradisi dan interpretasi. Mereka yang baru belajar Hinduisme akan dibuat
kebingungan. Mereka yang tidak akrab dengan peta pemikiran-pemikiran besar
Hinduisme akan dibuat kalangkabut dalam mencari seluk-beluk Hinduisme.*
No comments:
Post a Comment