Namo Buddhaya
Untuk Menambah Wawasan Mita
Samavati (3 dari 13)
" Ghosaka Dibuang Tujuh Kali "
(Cerita masa sekarang)
Karena menikmati kesenangan indera, akibatnya ia (belakangan setelah lahir
kembali namanya Ghosaka) lupa untuk makan, maka ia meninggal di alam Tavatimsa
dan terakhir kembali (punnabbhava) dalam kandungan seorang wanita pelacur di
Kota Kosambi.
Pada hari wanita tersebut melahirkan anak, ia bertanya kepada pelayannya,
"Dia anak apa?"
"Anak laki-laki."
"Nah, masukkan anak ini ke dalam keranjang tua dan buang dia di atas
timbunan abu."
Demikianlah ia menyuruh untuk membuang anaknya.(Para pelacur biasanya hanya mau
memperhatikan anak perempuan saja dan tidak memperdulikan anak laki-laki,
karena anak perempuan dapat meneruskan pekerjaan mereka.)
Burung-burung gagak dan anjing mengelilingi dan mendekatinya, tetapi karena
adanya hasil dari ia menyalak dan melolong berdasarkan cintanya pada Pacceka
Buddha, maka tidak ada seekor binatang pun yang berani mendekatinya.
Pada saat itu ada seorang laki-laki yang lewat di tempat itu, ia melihat
burung-burung gagak dan anjing-anjing berkumpul di sana.
"Apa yang terjadi?" pikirnya, serta mendekat tempat itu
Ketika ia melihat bayi laki-laki tersebut, ia merasa sangat kasihan pada bayi
itu dan bergumam, "Saya telah mendapat seorang anak laki-laki,". Ia
lalu mengangkat dan membawanya pulang.
Hari itu bendahara kerajaan Kosambi sedang berjalan ke istana.
Ia bertemu dengan pendeta negara (purohita) yang baru kembali dari istana, lalu
ia bertanya pada Puruhito, "Guru, apakah anda telah memperhatikan ramalan
perbintangan pada hari ini?"
"Ya, bendahara, apa yang akan kita lakukan?"
Bendahara bertanya, "Apakah yang akan terjadi dengan kerajaan kita?"
"Hanya satu hal saja, yaitu hari ini seorang anak laki-laki telah lahir
dan anak itu akan menjadi bendahara kerajaan nanti."
Karena pada waktu itu istri bendahara sedang hamil, maka ia menyuruh seseorang
ke rumahnya dengan berkata : "Pergi cari tahu apakah ia sudah melahirkan
seorang anak atau belum?"
Ia mendapat jawaban bahwa istrinya belum melahirkan anak.
Maka setelah ia bertemu dengan raja, ia cepat-cepat kembali ke rumah.
Ia memerintahkan seorang pembantu wanita bernama Kali dan memberi uang sebanyak
seribu kahapana (mata uang emas pada masa itu) dengan berkata, "Pergi cari
anak laki-laki yang baru lahir pada hari ini di seluruh kota ini dan bawalah
anak itu kepadaku!"
Sementara Kali mengelilingi kota, ia tiba di rumah dimana anak itu berada, lalu
ia bertanya pada nyonya rumah tersebut, "Kapankah anak ini lahir?"
"Ia lahir hari ini"
"Berikanlah ia padaku," katanya.
Pertama-tama ia memberikan satu kahapana, tapi akhirnya meningkat terus dan
mencapai seribu kahapana, barulah ia mendapat anak tersebut.
Ia membawa anak itu dan memberinya kepada bendahara.
Bendahara menyediakan sebuah kamar untuk anak itu dengan berpikir,
"Bilamana anakku lahir adalah perempuan, maka saya akan mengawinkannya
dengan anak ini dan mengangkatnya menjadi bendahara. Tetapi bila anak yang
lahir adalah anak laki-laki, maka anak ini akan saya bunuh."
Beberapa hari kemudian istrinya melahirkan seorang anak laki-laki.
Bendahara berpikir, "Jika anak pungut ini tidak ada maka anakku akan
menjadi bendahara, sebaiknya saya cepat-cepat membunuhnya."
Demikianlah maka ia berkata kepada Kali, "Bawalah anak ini ke kandang sapi
dan bilamana sapi-sapi telah saatnya untuk keluar kandang, letakkan anak ini
dengan membujur di depan pintu kandang, supaya sapi-sapi akan
menginjak-injaknya sampai mati. Perhatikan apakah sapi-sapi menginjak-injaknya
sampai mati atau tidak, lalu kembali beritahukan hal itu kepadaku."
Kali membawa anak itu ke kandang sapi, ketika pintu kandang dibuka, segera ia
meletakkannya membujur di depan pintu.
Biasanya sapi pemimpin rombongan ternak selalu keluar paling akhir, tetapi pada
hari ini ia keluar lebih dahulu, lalu berdiri mengangkangi bayi tersebut dengan
keempat kakinya dan berdiri dengan diam. Beberapa ekor sapi keluar dan berjalan
melalui kedua sisi sapi ini dengan menyenggol tubuhnya.
Pengembala sapi berpikir, "Biasanya sapi ini keluar paling akhir, tetapi
pada hari ini ia keluar terlebih dahulu dan berdiri dengan diam di depan pintu
kandang.
Apakah artinya Ini?"
Ia datang mendekat, melihat bayi yang berbaring di bawah sapi jantan tersebut.
Segera ia merasa kasihan pada anak itu dan berkata, "Hari ini saya
mendapat anak laki-laki." mengangkat dan membawanya pulang ke rumah.
Kali kembali, dan ketika bendahara bertanya kepadanya, ia menceritakan apa yang
terjadi. Bendahara berkata, "Pergi temui pengembala itu, berikan seribu
kapahana ini kepadanya dan bawa kembali anak itu kepada saya!"
Demikianlah ia membawa kembali anak tersebut kepada bendahara.
Kemudian bendahara berkata kepada Kali, "Kali, limaratus pedati membawa
barang dagangan akan berangkat di waktu subuh. Bawalah anak ini dan letakkan
dia di jalanan tempat roda pedati-pedati itu. Mungkin lembu-lembu akan
menginjak-injaknya atau roda pedati akan menggilasnya sampai mati.
Perhatikan apa yang terjadi padanya dan kembali padaku."
Kali membawa anak tersebut dan membaringkannya di jalan yang akan dilalui oleh
pedati-pedati itu.
Kereta pemimpin rombongan berjalan terlebih dahulu, tetapi ketika tiba di dekat
tempat anak itu berbaring, sapi-sapi penarik pedatinya melepaskan 'kuk'
(pengikat sapi pada pedati).
Berkali-kali pemimpin menempatkan 'kuk' namun sapi-sapi tidak mau jalan.
Ia masih tetap berusaha mengatasi sapi-sapi itu hingga matahari terbit.
"Mengapa sapi-sapi ini bertingkah laku begini?"
Ia menengok ke jalan dan melihat anak tersebut. "Perbuatan salah besar
hampir saja saya lakukan!" pikirnya.
Hatinya sangat gembira sekali dan berpikir, "Saya telah mendapat seorang
anak." lalu mengangkat anak itu dan membawanya pergi.
Kali kembali kepada bendahara, dan ketika ia ditanya, ia menjawab dengan dengan
menceritakan apa yang telah terjadi. Lalu bendahara berkata, "Pergilah
kepada pimpinan rombongan tersebut, berikan kepadanya seribu kapahana ini dan
bawa kembali anak itu kepadaku!"
Setelah Kali mengerjakan hal tersebut, kemudian bendahara berkata kepadanya,
"Sekarang bawalah anak ini ke tempat pembakaran mayat dan letakkan dia di
semak-semak. Di situ ia akan dimakan oleh anjing atau di serang oleh setan,
atau ia akan mati. Setelah kau melihat apakah ia telah mati atau belum, segera
kau datang kepadaku."
Kali membawa anak itu, membaringkan di semak-semak dan sembunyi di suatu
tempat. Tetapi tidak ada anjing, gagak maupun setan yang berani mendekatinya.
(Ya, karena ia tidak mempunyai ayah, ibu, kakak atau keluarga, maka siapakah
atau apakah yang melindunginya? Pelindungnya tidak lain adalah karma yang dihasilkan
karena ketika ia hidup sebagai seekor anjing, ia melolong dan cintanya kepada
Pacceka Buddha pada kehidupan yang lampau sebagai anjing.)
Tidak lama kemudian seorang gembala ternak kambing lewat di tempat pembakaran
mayat dengan memimpin beberapa ribu ekor kambing untuk makan rumput. Seekor
kambing betina pergi ke arah semak-semak memakan daun-daunan serta
rumput-rumputan.
Kambing ini ketika melihat anak itu, ia berjongkok dan menyusuinya.
Penggembala kambing berteriak, "He! He!" Tetapi kambing betina itu
tidak mau datang. Lalu penggembala itu bergumam, "Saya akan memukulnya
dengan kayu dan mengusirnya pergi."
Setelah bergumam, ia pergi ke semak-semak. Di situ ia melihat kambing yang
berjongkok sedang menyusui seorang anak. Ia segera merasa kasihan dan timbul
rasa sayang kepada anak itu, dan berkata, "Saya telah mendapat anak
laki-laki." mengangkat dan membawanya pergi.
Kali kembali ke bendahara dan menceritakan apa yang telah terjadi.
Bendahara berkata, "Pergilah kepada gembala kambing itu, berikan seribu
kapahana kepadanya, dan bawa kembali anak itu pada saya."
Setelah ia melakukannya, bendahara berkata kepadanya, "Kali, bawalah anak
ini besertamu, dakilah gunung karang Corappapata dan lemparkan dia ke dalam
jurang, ia akan terbanting-banting di dinding jurang dan bila ia mencapai dasar
jurang ia remuk.
Setelah kau melihat apa yang terjadi, segeralah kau menemuiku."
Kali membawa anak itu ke gunung karang Corappapata, dengan berdiri di puncak
tebing ia melemparkan anak itu ke bawah
Pada waktu itu di bagian bawah sisi gunung di dekat tempat tersebut, ada
rumpunan bambu yang bagian atasnya dijalari rumput Gunja yang tebal.
Ketika anak tersebut jatuh, ia tertimpa di atas rumpunan bambu itu, bagaikan ia
jatuh di atas hamparan selimut (kasur) bulu kambing (yang lembut).
Pada hari itu seorang pembuat suling bambu mendapat pesanan untuk membuat
suling, maka ia bersama anaknya pergi memotong bambu tersebut.
Ketika mereka mulai bekerja, maka bambu bergoyang-goyang, hal ini mengakibatkan
anak itu menangis.
"Suara itu seperti suara anak bayi,". pikirnya, lalu ia memanjat dan
melihat anak tersebut. Hatinya menjadi gembira dan berpikir, ", Saya telah
mendapat seorang anak." Ia mengangkat anak tersebut dan membawanya pergi.
Kali kembali kepada bendahara dan menceritakan apa yang telah terjadi.
Bendahara berkata, "Pergilah kepada pembuat suling, berikan uang seribu
kahapana ini kepadanya, dan bawa anak itu kembali kepadaku."
Kali melakukannya.
Walaupun bendahara telah berusaha untuk membunuhnya, tetapi ia tetap hidup dan
tumbuh menjadi dewasa, ia dinamai Ghosaka. Ia bagaikan duri di mata bendahara
yang tidak mau langsung melihat wajahnya.
Beberapa tahun kemudian, pada suatu hari ia memikirkan bagaimana untuk membunuh
Ghosaka, maka bendahara pergi menemui seorang temannya yang bekerja sebagai
tukang pembuat periuk, dan bertanya kepadanya, "Kapankah anda akan
membakar di tungku pembakaran?'
"Besok,"
"Baiklah, ambil seribu kahapana ini dan lakukan satu pekerjaan
untukku."
"Pekerjaan apakah itu tuan?"
*Saya mempunyai seorang anak angkat, saya akan menyuruhnya ke sini.
Bawalah dia ke ruang dalam, belah dia dengan kampak tajam, lemparkan dia dalam
tungku dan bakarlah dia.
Ini seribu kahapana sebagai biayanya tetapi saya akan memberikan hadiah lagi
nanti."
"Baiklah jawab tukang periuk menyetujui tugas tersebut.
Keesokan harinya bendahara memanggil Ghosaka dan menyuruhnya untuk menemui
tukang periuk, dengan berkata, "Kemarin, saya memesan satu pekerjaan
kepadanya, pergilah, katakan kepadanya, 'Selesaikan pekerjaan yang ayahku
berikan kepadamu kemarin."
"Baiklah."jawab Ghosaka, dan pergi.
Sementara Ghosaka berjalan menuju ketempat tukang pembuat periuk, ia melihat
anak bendahara sedang bermain marmer dengan anak-anak lain.
Anak bendahara itu melihat dan memanggil Ghosaka dan ia berkata, "Kau mau
pergi ke mana?"
"Saya disuruh ayah untuk menyampaikan pesanan."
"Biarlah saya yang pergi ke sana, anak-anak ini telah memenangkan taruhan
besar dari saya. Kau memenangkan kembali itu, dan berikan itu kepada
saya."
"Saya takut kepada ayah" kata Ghosaka
"Jangan takut, kakak, engkau bermain sampai saya kembali, dan memenangkan
kembali taruhan itu untukku."
(Disebutkan bahwa Ghosaka sangat pintar menembak atau melemparkan marmer,
karena hal inilah saudara angkatnya mendesak kepadanya).
Demikianlah Ghosaka setuju membiarkan adik angkatnya pergi menggantikannya,
dengan berkata, "Baiklah, pergilah ke tukang pembuat periuk, katakan
kepadanya, 'Selesaikan tugas yang ayahku pesankan kemarin'."
Begitulah yang terjadi, anak bendahara sendiri yang menyampaikan pesanan kepada
tukang Periuk.
Tukang periuk membunuhnya sesuai dengan pesanan yang diperintahkan kepadanya
oleh bendahara dan melemparkan tubuhnya ke dalam tungku pembakaran.
Sepanjang hari Ghosaka bermain marmer, dan di sore hari barulah ia kembali ke
rumah, "Anak, Kau telah kembali?" tanya bendahara.
Ghosaka menceritakan kepadanya mengapa ia sendiri telah kembali dan membiarkan
adiknya pergi menyampaikan pesanan ke tukang periuk.
"Celaka!" teriak bendahara dengan suara yang keras dan nyaring.
Ia kelihatan pucat pasi bagaikan kehabisan darah. Ia berlari menemui tukang
periuk dengan mengguncang-guncangkan tangan dan meratap ia berkata, "O,
tukang periuk, janganlah membunuh saya. Janganlah bunuh saya!"
Tukang periuk melihat ia datang dengan sikap seperti begitu, lalu ia berkata
kepadanya, "Tuan, jangan ribut tugas telah dilaksanakan."
Demikianlah bendahara itu diliputi kesedihan yang amat sangat, ia menderita
sekali
Begitulah akibatnya bagi mereka yang melakukan kejahatan kepada orang lain yang
tidak bersalah.
Maka Sang Buddha mengatakan gatha ini :
137. "Barangsiapa menghukum mereka yang tidak sepantasnya dihukum, atau
menyiksa mereka yang tidak bersalah, ia segera akan mendapatkan salah satu
sepuluh keadaan ini :
138. Ia akan merasakan penderitaan hebat, berpenyakit, tubuh terluka, menderita
sakit parah, jadi gila.
139. Atau mendapat hukuman dari pemerintah, mendapat tuduhan berat, salah
seorang keluarganya meninggal dunia, kehilangan harta.
140. Atau rumahnya hangus disambar petir, dan setelah meninggal dunia orang
yang bodoh ini masuk neraka."