SIWA TATWA
AJARAN KETUHANAN DALAM SIWATATTWA
a. Brahman adalah Siwa
Dalam kitab-kitab Upanisad
Tuhan sebagai sumber segala yang ada, pencipta, pemelihara dan pelebur segala yang ada ini disebut dengan Brahman.
Dari Brahmanlah munculnya purusa, pradhana atau prakerti dan seterusnya dalam
proses penciptaan. Dari Brahmanlah kemudian tercipta wujud-wujud seperti
Narayana, Brahma, Wisnu dan Siwa. Akan tetapi karena siwatattwa ini bercorak
siwaistik, maka Bhatara Siwa adalah Brahman sebagai sumber segala yang ada,
pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta beserta isinya. Dari Bhatara
Siwalah munculnya wujud-wujud Dewa seperti Narayana, Brahma, Wisnu dan
seterusnya. Hal ini dapat dilihat dalam Bhuwana Kosa , Ganapatitattwa,
Jnanasiddhanta, dan lain-lain yang menguraikan tentang penciptaan alam semesta
dan makhluk-makhluk hidup.
b. Sifat Bhatara Siwa; Nirguna
dan Saguna, Transenden dan Imanent
Mengingat Bhatara Siwa adalah Brahman maka sifat-sifat Bhatara Siwa adalah
nirguna juga saguna. Nirguna artinya tanpa sifat-sifat dan saguna adalah
memiliki sifat-sifat yang bisa dikenali. Bhatara Siwa juga bersifat
transcendent dan immanent. Transcendent artinya Bhatara Siwa diluar jangkauan
pikiran dan indriya manusia. Sedangkan bersifat immanent artinya hadir dimana-mana,
meresapi segala yang ada, dan meliputi segala yang ada. Hal ini tercantum dalam
Bhuwana Kosa II.6 sebagai berikut :
Ṥivas sarvagata sūkṣmah bhūtānām antarikṣavāt,
Acintya mahāgṛhyante na indriyaṁ parigṛhyante.
Bhatara Ṥiwa sira wyāpaka, sira
sūkṣma tar kneng angên-angên, kadyangga ning ākāśa, tan kagṛhita de ning manah
mwang indriya.
(Bhuwana Kosa II.6)
Artinya :
Bhatara Siwa meresapi segala, ia gaib tak dapat dipikirkan, Ia seperti angkasa
tak terjangkau oleh pikiran dan indriya.
c. Siwa adalah sumber segala yang
ada
Alam semesta dan segala yang ada ini, makhluk hidup dan benda mati semuanya
berasal dari Bhatara Siwa, dan pada akhirnya akan kembali pada Bhatara Siwa
demikian yang diajarkan dalam siwatattwa seperti dalam Bhuwana Kosa berikut
ini.
Yathottamam iti sarve, jagat
tattwa va līyate,
Yathā sambhava te sarvam, tatra bhavati līyate.
Sakweh ning jagat kabeh, mijil
sangkeng Bhaṭāra Ṥiwa ika, līna ring Bhaṭāra Ṥiwa ya.
(Bhuwana Kosa III.80)
Artinya:
Seluruh alam ini muncul dari Bhatara Siwa, lenyap kembali kepada Bhatara Siwa
juga.
d. Siwa adalah pencipta,
pemelihara, dan pelebur alam semesta (utpati, stiti, dan pralina)
Bila dalam kitab-kitab Purana disebutkan bahwa tugas penciptaan alam semesta
dan isinya ini diberika kepada Brahma, pemeliharaan kepada Wisnu dan penyerapan
kembali kepada Siwa, maka dalam siwatattwa semua tugas tersebut dilaksanakan
sendiri oleh Bhatara Siwa sebagai Brahman. Hanya wujudnya saja sebagai Brahma,
Wisnu dan Rudra. Hal ini dijelaskan dalam sloka berikut ini;
Brahmāsṛjayate lokam, viṣṇuve
pālakasthitam.
Rudratve samharaśceva, trimūrtih nama evaca.
Lwir Bhaṭṭara Ṥiwa magawe jagat,
Brahmā rūpa sirān pangrakṣa jagat, Wiṣṇu rūpa sirān pangrakṣa jagat, Rudra rūpa
sira mralayakên rat, nāhan tāwak nira, bheda nama.
(Bhuwana Kosa III.76)
Artinya :
Adapun penampakan Bhatara Siwa dalam menciptakan dunia ini adalah; Brahma
wujudnya waktu menciptakan dunia ini, Wisnu wujudnya waktu memelihara dunia
ini, Rudra wujudnya waktu mempralina dunia ini. Demikianlah tiga wujudnya (Tri
Murti) hanya beda nama.
Demikian juga dalam sloka berikut
:
Utpatti bhagavān brahmā, sthiiti viṣṇuh tathevaca
Pralīna bhagavān rudra, trayastrailokasaraṇaḥ.
Bhaṭāra Brahmā sirotpatti,
Bhatara Wiṣṇu sira sthiti, Bhaṭāra Rudra sira pralīṇa, nahan tang tiga pinaka
saraṇa ring loka.
(Bhuwana Kosa VII.25)
Artinya :
Bhatara Brahma adalah pencipta, Bhatara wisnu adalah yang memelihara, Bhatara
Rudra adalah praline. Demikianlah Dewa yang tiga itu sebagai pelindung.
e. Siwa ada di mana-mana
Siwa sebagai Brahman hadir dimana-mana, meliputi dan meresapi segala yang ada.
Tak ada ruang yang tanpa kehadirannya. Kutipan sloka Bhuwana Kosa berikut ini
dapat memperjelas pernyataan di atas.
Kaste-kaste yathā bahniḥ, sukṣmatvam upalabhyate,
Bhūte-bhūte mahādevaḥ, sūkṣma eno upalabhyate.
Sang Hyang Apuy hanerikang
kayu-kayu, ndatan katon, makanimitta sūkṣmanira, yathā kadyangganing ākāśa,
mangkana ta Bhaṭāra Mahādewa, an hana ring sarwa māwak, ndātar kapangguh sira,
makanimitta ng sūkṣmanira.
(Bhuwana Kosa II.18)
Artinya :
Api itu ada pada kayu, namun tidak kelihatan, karena halusnya, ibarat angkasa.
Demikianlah Sang Hyang Mahadewa hadir pada semua yang berwujud, tetapi tidak
tampak, karena halusnya.
f. Paramasiwatattwa,
Sadasiwatattwa, dan Atmikatattwa
Hakikat Siwa sebagai Brahman dapat dipahami dalam tiga tingkat atau jenjang
pengertian, yaitu; Paramasiwatattwa, Sadasiwatattwa, dan Atmikatattwa. Hal ini
dijelaskan dalam Tattwajnana 3, dan 4. Secara garis besar pengertiannya sebagai
berikut.
“Paramasiwatattwa adalah Bhatara dalam keadaan tanpa bentuk, tidak bergerak,
tidak guncang, tidak pergi, tidak mengalir, tidak ada asal, tidak ada yang
dituju, tidak berawal, tidak berakhir, hanya tetap kukuh, tidak bergerak, diam
selama-lamanya. Seluruh alam semesta dipenuhi-Nya, diliputi-Nya, disangga-Nya,
disusupi-Nya, sapta bhuana itu oleh-Nya. Sapta patala dipenuhi
sepenuh-penuhnya, tiada ruang yang tak terisi. Tidak dapat dikurangi, tidak
dapat ditambah. Ia tanpa aktivitas, juga tanpa tujua. Tidak dapat diganggu oleh
berbuatan baik atau buruk. Tidak dapat dikenal keseluruhannya, dst. …..”
(terjemahan sloka Tattwajnanan 3)
“Inilah Sadasiwatattwa namanya.
Bhatara Sadasiwatattwa bersifat wyāpāra. Wyāpāra artinya Ia dipenuhi oleh
sarwājña (serba tahu) dan sarwakāryakartā (serba kerja). Sarwājña dan sarwakāryakartā
adalah padmāsana sebagai tempat duduk Bhatara yang disebut çaduśakti, yaitu;
jñānaśakti, wibhuśakti, prabhuśakti, dan kriyaśakti. Dst…” (terjemahan
tatwajnana 4).
Jñānaśakti ada tiga jenisnya,
yaitu : dūrādarśana, dūrāśrawana, dan dūrātmaka. Dūrādarśana adalah kemampuan
melihat yang dekat maupun yang jauh, dūrāśrawana adalah kemampuan mendengar
yang dekat maupun yang jauh, dan dūrātmaka adalah kemampuan mengetahui
perbuatan yang dekat maupun yang jauh.
Wibhuśakti adalah tak ada
kekurangannya di seluruh alam semesta ini. Prabhuśakti adalah tak dapat
dirintangi segala yang dikehendakinya. Kriyaśakti adalah kemampuan mengadakan
atau menciptakan seluruh alam semesta ini termasuk para dewa seperti Brahma,
Wisnu, Iswara, dan lain-lain.
Sedangkan Atmikatattwa adalah
kondisi ketika Bhatara Sadasiwa mengalami ūtaprota. Ūtaprota artinya dalam
tenunan. Bhatara Sadasiwatattwa disebut ūta bila menyusupi memenuhi mayatattwa
seperti api yang berada dalam kayu. Walaupun demikian hakikat Bhatara Siwa
tetap sebagai kesadaran murni atau cetana. Ia laksana pertama yang ditutupi
oleh mayatattwa maka cahaya permata itu tidak tampak. Inilah yang disebut
prota. Bila permata itu dipisahkan dari warna yang melekat pada dirinya maka ia
akan kembali pada wujud yang sebenarnya.
Demikianlah ajaran ketuhanan
dalam Siwatattwa. Dengan mempelajari ajaran ketuhanan dalam Siwatattwa dan
ajaran-ajaran lainnya dalam Siwatattwa, maka akan lebih jelas tentang konsep
ketuhanan yang telah diajarkan pada masyarakat Hindu Nusantara. Kegiatan-kegiatan
ritual yang penuh dengan perlambang yang dilaksanakan selama ini, ternyata
memiliki kaitan yang erat dengan ajaran dalam Siwatattwa. Semoga bermanfaat.
Sabda alam
Konsep Ketuhanan :Tattwa Jnana Paramasiwa Tatwa,.Sadasiwa Tattwa, Atmika Tattwa
Konsep ketuhanan dalam lontar Tattwa jnana ini menempatkan Bhatara Siwa sebagai kausal tertinggi dalam setiap pemujaannya. Ajaran Ketuhanan .
Tattwa jnana dalam menjelaskan ajarannya dimulai dengan memaparkan dua unsur universal yang ada di alam raya ini, yaitu cetana dan acetana.
Cetana adalah unsur kejiwaan atau kesadaran atau kepribadian tertinggi yang bersifat kekal abadi, tidak berawal dan tidak berakhir, suci murni. Acetana adalah unsur tidak sadar
Siwatttwa dipilah menjadi tiga bagian : Paramasiwa Tattwa (kesadaran tertinggi),
Sadasiwa Tattwa (kesadaran menengah) Atmika Tattwa (kesadaran terendah).
PARAMA SIWA TATWA
kesadaran tertinggi yang abadi, yaĺng murni, langgeng, sempurna, tak terbatas oleh ruang dan waktu, tak terukur, tak terrbandingkan tak ternoda, tak termanifestasikan. Oleh karena itu, Ia tak mungkin dijelaskan karena tak terpikirkan, karena tanpa atribut, dlm keadaan sperti ini IA disebut Nirguna Brahman
Paramasiwa Tattwa disebutkan bahwa Tuhan tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, Ia berada pada wilayah tanpa batas, Ia adalah
perwujudan sepi, suci murni, kekal abadi, tanpa aktivitas, tak dapat disimbolkan, tanpa
pribadi dan berada diluar jangkauan pemikiran manusia. Beliau sepenuhnya berada di
atas pengaruh tiga sifat alam yaitu: kebaikan (sattvam), nafsu (rajas), dan kebodohan
(tamas),
SADASIWA TATWA
Sadasiwa Tattwa (kesadaran menengah) dalam keadaan ini Bhatara Siwa mulai tersentuh maya terpengaruh oleh sakti, guna dan swabawa atau hukum ke Maha Kuasaan Hyang Widhi yang memiliki kekuatan untuk memenuhi segala kehendak-Nya. Oleh karena itu Ia aktif dengan segala ciptaan-ciptaannya. Dalam keadaan ini Ia disebut Saguna Brahman
Sadasiwa Tattwa adalah Bhatara Siwa yang sudah dimulai dengan sifatnya sarwajna (serba tahu), sarwakaryyakarta (serba kerja) yaitu Parama Siwa yang telah bersenyawa
dengan sakti atau hukum kemahakuasaan-Nya. Adapun kemahakuasaan dan kemahasempurnaan – Nya Hyang Sadasiwa antara lain : “Guna, Sakti, Swabhawa
Sadasiwa Tattwa adalah wilayah
teologi yang paling mudah untuk dijangkau manusia, yang paling mudah untuk didekati
oleh nalar atau akal pikiran manusia dalam memuja Tuhan, karena pelaksanaan pemujaannya dapat dilaksanakan dengan bantuan media atau simbol.
ATMIKA TATWA
Kesadaran Bhatara Siwa yang ketiga disebut sebagai Atmika Tattwa. Kata atmika
atau atmaka berarti atas, mempunyai sifat dasar: mengambil bentuk dari, perwujudan
atau penjelmaan dari, menjadi dari dirinya sendiri .Atmika Tattwa/Siwatma merupakan aspek Tuhan yang bersemayam didalam hati setiap mahkluk Yang merupakan kesadaran terendah dari Bhatara Siwa, sangat banyak tersentuh oleh Maya menjadi Siwa atau Mayasira. Mayasira kemudian terpecah-pecah yang tak berbilang jumlahnya, berwujud mahluk-mahluk. Mayasira yang ada dan menjiwai setiap mahluk hidup di alam semesta ini dinamakan ATMA ( Atman )
Sumber : Teks Tattwa Jnyana
No comments:
Post a Comment