RSI AGASTYA YATRA

 




Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:

Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):

Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.

Prasasti Porong (Jawa Tengah)

Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.

AGAMA HINDU DI INDONESIA

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan “Vaprakeswara”.

Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.

Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”

Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.

Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.

Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.

Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.

Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.

Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.

https://fb.watch/cj6eUqqKic/

MINYAK KELAPA TANPA PEMANASAN
Share:

No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
My Name is NI NENGAH DESSI.I am a blogger.Female.I am a Balinese.Indonesia is my country.

SEGEHAN HARI RAYA NYEPI

  Kemarin banyak yang tanya Segehan yg 11tanding itu untuk dimana Ini saya share ulang yang lebih lengkap. ✓ Tri Mala Paksa, yaitu Bhuta Buc...