TERONG

 

A friend from Turkey taught me how to cook eggplant so tasty, tastier than meat! Simple recipe.

https://youtu.be/Xjnckhz6GVg

 

Share:

EGO

 



Sifat EGOIS

1.Tidak merasa bersalah jika merepotkan orang lain

Sebagai makhluk sosial, sudah pasti kita akan memerlukan orang lain. Meminta tolong kepada orang lain untuk melakukan hal yang tidak mampu kita lakukan sendiri, tentu sudah biasa terjadi. Tapi, orang yang egois, biasanya tidak memikirkan perasaan orang yang dia mintai tolong.

Orang egois biasanya tidak peduli meskipun orang lain merasa kerepotan karena permintaannya terlalu berlebihan atau di waktu yang tidak tepat.

2. Selalu ingin dinomorsatukan dalam segala hal

Orang egois selalu ingin diistimewakan dan merasa dirinya spesial. Menjadi prioritas bagi semua orang adalah hal yang dia inginkan. Ketika dia ingin melakukan sesuatu, dia merasa bahwa semua orang harus selalu ada untuk mendukung dia dari segi apapun, baik moral maupun material.

3. Sangat jarang menghargai usaha dan kerja keras orang lain

Salah satu tanda sifat egois yang jarang disadari banyak orang adalah kurangnya penghargaan yang diberikan atas usaha orang lain. Orang egois merasa bahwa sudah sewajarnya orang lain melakukan usaha sekeras itu terhadap dirinya karena dia pantas mendapatkan hal tersebut. Padahal bisa jadi orang lain terpaksa melakukan hal tersebut.

4. Selalu merasa bahwa dirinya benar dan orang lain yang salah

Ketika suatu kesalahan terjadi, orang egois sangan enggan untuk menginstropeksi dirinya sendiri. Karena baginya, kesalahan pasti datang dari orang lain dan bukan dari dirinya. Keegoisan seperti ini biasanya menjadikan orang lain malas untuk mendekat. ....Wah, jangan sampai punya sifat begini ya.

5. Enggan mempertimbangkan masukan dari orang lain

Ciri orang egois lainnya yaitu dia tidak pernah menerima masukan dari orang lain. Baik itu dari atasan, guru, orang tua, apalagi temannya sendiri. Baginya, menerima masukan baik berupa kritik maupun saran adalah hal yang menurunkan derajatnya. .,ohhh egois sekali.

6. Melakukan segala cara seperti mengatur orang lain demi kepentingan diri sendiri

Mengatur jadwal orang lain agar bisa membantu dia dalam urusan pribadinya adalah salah satu tanda sikap egois. Tanpa kita sadari, kita pasti sering melakukan hal ini.... Hayo, ngaku? Belum terlambat untuk berubah

Jika kamu sering seperti ini, maka ada baiknya kamu mulai menghargai orang lain. Menanyakan terlebih dahulu kesediaan orang tersebut untuk membantumu bisa jadi solusi yang baik untuk sifat egoismu.

Semoga bermanfaat untuk bahan introspeksi.


Share:

CHEF

 

The executive chef teaches you a new way to cook chicken breasts. The outside of the pot is crispy

The executive chef teaches you a new way to cook chicken breasts. The outside of the pot is crispy and fragrant, tender and delicious.

 

Hello everyone, I am A Chao, and I will share with you a home-cooked recipe every day!

 

I am a food lover and love to sing! Whenever you have time to spare, stop and sing and cook! This is how life can be enjoyed! Especially like making friends! I hope to spread positive energy to everyone through my food!

https://youtu.be/TFULzEaK75g

 

Share:

OTONAN 02


 

Om Swastyastu Semeton

 

Ketut Agus Nova, S.Fil. H. M.Ag atau akrab disapa Jro Anom menjelaskan bayuh oton diyakini sebagai momen untuk menetralisir derita bawaan sejak lahir. Sehingga tidak jarang jika mebayuh dilaksanakan atas kondisi tertentu, seperti kelainan jiwa, sakit berkepanjangan, sering dirundung kesialan atau kecelakaan. “Pelaksanaan mabayuh oton bermaksud untuk pengruwatan demi menyelamatkan manusia dari akibat keburukan hari lahir dan unsur karma phala yang buruk. Karena masih me­lekat pada diri manusia serta mengurangi pengaruh Sad Ripu atau sifat-sifat keraksasaan yang dibawa sejak lahir,” jelasnya.

 

Tak hanya demi menghilangkan segala kesakitan dan kesialan. Mebayuh oton disebut Jro Anom mampu memperbaiki karakter seorang anak. Menurutnya Umat Hindu meyakini karakter anak bisa dibawa sejak lahir. Apabila anak memiliki utang atau kapiutangan saat ia lahir, maka akan ber­dampak pada karakternya kelak ketika ia sudah dewasa.“Untuk memusnahkan karakter buruk yang sudah dibawa dari lahir itu, masyarakat Bali melakukan upacara mabayuh oton. Mereka percaya dan berdasarkan pengalaman beberapa masyarakat, karakter anak itu setelah dibayuh berangsur menjadi lebih baik,” terangnya.

 

Jro Anom menyebutkan upacara mabayuh oton dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan sarana upa­kara yang dipergunakan. Ini didasari disamping perbedaan wewaran, wuku dan ingkel. Bahkan tempat mebayuh atau metubah, tirta yang dipergunakan dikatakan Jro anom bisa saja berbeda-beda. “Untuk menentukan sarana upakara saat mebayuh oton itu didasari atas perhitungan pancawara, saptawara dan pawukon.

 

Sehingga tiap orang bisa saja berbeda-beda jenis sarana upakara yang dipergunakan,” kata dosen STAHN Mpu Kuturan ini. Disebutkan Jro Anom Dalam Lontar Wraspati Kalpa tempat mebayuh juga berbeda-beda, berdasarkan perhitungan pancawara saptawara dan pawukon.


Share:

BANTEN OTONAN

 


BANTEN OTONAN

 

Umat Hindu di Bali mengenal hari kelahiran sebagai Otonan. Dimana Hari Otonan Bali ini diambil dari wewaran menurut tanggal lahir sang anak dan diperingati setiap 6 bulan kalender Caka (210 hari). Mengenai sarana upakara Banten Otonan Bali ini sebenarnya bersifat fleksible dan tidak harus dilakukan dengan mewah. Semuanya dikembalikan ke niat dan ketulusan masing-masing.

 

Saat melakukan prosesi otonan beberapa masyarakat biasanya menggunakan banten tumpeng tiga dan tumpeng lima. Apabila menggunakan banten tumpeng lima, secara umum terdiri dari:

 

1. Banten Pengambeyan, mengandung makna simbolis memohon karunia dari Ida Sang Hyang Widhi dan para leluhur.

2. Banten Dapetan, mengandung makna simbolis ungkapan terima kasih dan rasa syukur kepada Ida Sang Hyand Widhi karena sudah diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan dan selalu dalam perlindungan-Nya.

3. Banten Peras, mengandung makna simbolis memohon keberhasilan dan kesuksesan dari suatu yadnya.

4. Banten Pejati, mengandung makna simbolis rasa kesungguhan hati kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan manifestasinya akan melaksanakan suatu upacara, memohon dipersaksikan, dengan tujuan mendapatkan keselamatan.

5. Banten Sasayut, mengandung makna simbolis memohon keselamatan dan kesejahteraan, dan berkurang serta lenyapnya suatu penyakit.

6. Banten Segehan, mengandung makna simbolis harmonisnya hubungan antara manusia dengan semua ciptaan Ida Sang Hyang Widhi (palemahan)

 

Selain itu, juga ada sarana-sarana lainnya seperti bija, dupa, toya anyar, tirta panglukatan, dan Tirta Hyang Guru.

 

Sebelum memasuki prosesi otonan, Sang Ibu dari anak yang diotonkan akan melaksanakan beberapa tahapan prosesi terlebih dahulu diantaranya:

 

1. Sang Ibu akan ngayab sarana banten kehadapan Sang Hyang Atma. Ini sebagai tanda bahwa hari itu merupakan hari lahirnya Sang Hyang Atma yang menjelma sebagai manusia di Bumi.

2. Lalu, dilanjutkan dengan menghaturkan segehan di bawah bale atau tempat dimana anak meoton, untuk memohon kepada Sang Hyang Butha Kala agar prosesi otonan berlancar dan sang anak terhindar dari marabahaya.

Share:

DAKSINA

 


DAKSINA  UNSUR DAN MAKNANYA

 

Daksina merupakan tapakan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan perwujudan-Nya. Daksina mempunyai beberapa fungsi atau tujuan yaitu sebagai berikut:

 

• Permohonan kehadapan Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa agar Beliau berkenan melimpahkan wara nugrahaNya.

• Sebagai persembahan atau tanda terima kasih yang dalam “Yadnya Patni”, disebutkan daksina selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan.

• Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkan Hyang Guru/Hyang Tunggal.

 

Unsur-Unsur Daksina:

• Alas bedogan/srembeng/wakul/katung, terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya.

• Tampak, dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah.

• Beras, yang merupakan makanan pokok melambang dari hasil bumi.

• Bedogan/srobong, terbuat dari janur/slepan yang dibuta melingkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul.

• Pisang, Tebu dan Kojong, adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari ala mini.

• Telor Itik, dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan.

• Sirih/Porosan.

• Kelapa, adalah buah serbaguna, yang juga simbol Pawitra (air keabadian/amertha).

• Papeselan, terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang Panca Devata.

• Gegantusan, merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari kacang-kacangan, bumbu-bumbuan.

• Buah kluwek/Pangi, lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah (kekuatan).

• Buah Kemiri, adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih (ketulusan).

• Sampyan pusung, terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut.

• Sampyan Payasan, lambang dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.

• Sesari, sebagai saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha).

• Uang Kepeng, adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah.

• Benang Tukelan, adalah alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka.



Share:

SUAMI ISTRI MENURUT WEDA

 


Hari Om

Bagi seorang istri setia, suami ibarat dewa, tempat dia berlindung dan berbagi suka maupun duka. Bagi seorang suami setia, istri ibarat dewi, tempat dia dilayani dan berbagi tugas. Ada hubungan yg saling menguntung bila suami istri tidak egois, saling menghormati dan menghargai. Suami hendaknya mendengarkan pendapat istri bila sesuai aturan Weda begitupun istri hendaknya mengikuti semua perkataan suami yg sesuai dgn aturan Weda karena tujuan hidup org berkeluarga adalah menjadi grihastha agar bisa moksa. Maka penting setiap pasangan memperdalam ajaran Weda2 agar bisa seiring sejalan. Om tat sat








Share:

BOLU KUKUS KETAN HITAM

 

Bolu Kukus Ketan Hitam 4 Telur Resep Ny. Liem

https://youtu.be/TD-bGJ02vDY

Bolu kukus ketan hitam

Resep ny. Liem

 

Bahan A:

Telur 4 btr

Gula pasir 125 gr

Sp/tbm/ovalet 1 sdt

Vanili bubuk 1/2 sdt

Garam 1/4 sdt

 

Bahan B :

Tepung ketan hitam 140gr

Terigu 10 gr

Baking powder 1/2 sdt

 

Bahan C:

Santan 90 ml.

Minyak 90 ml

 

Bahan D:

Kental manis coklat

 

Share:

KAJANG

 KENAPA ADA KAJANG?*

Sang Jiwa & Suara Aksara
— Penjelasan Singkat Upakara Ngeringkes dan Ragam Kajang
Oleh Sugi Lanus
Alkisah, Sang Jiwa diperintahkan Sang Hyang Titah pencipta dan pengatur semesta turun ke dunia.
Lalu Sang Jiwa bertanya:
“Bagaimana aku turun ke dunia?”
Sang Hyang Titah memberi penjelasan:
“Engkau akan turun dalam bentuk aksara”.
Sang Jiwa kembali bertanya:
“Apa itu aksara?”
Sang Hyang Titah memberi jawab:
“Aksara adalah keabadian. Aksara adalah hening sebelum penciptaan semesta. Di dalamnya bertumbuh suara aksara. Ia adalah benih-benih terjadinya alam semesta. Ketika semesta diciptakan, yang muncul kepermukaan adalah suara dan biji-biji suara, dalam dengung. Dalam berbagai suku kata berkumandang di alam raya. Om adalah yang tertinggi dan abadi. Lalu pecah menjadi berbagai dengung suara yang terbagi menjadi suara aksara-aksara yang menjadikan unsur-unsur penciptaan terjadi. Waktu, ruang, jiwa dan alam raya. Jiwa adalah aksara dan suaranya. Jika jiwa ingin mendapat tubuh, ia berdengung dalam berbagai ragam aksara, suara-suara itu yang akan menjadi material tubuh. Tubuh yang tercipta dari dengung ini mengikat dan mewadahi jiwa.”
Sang Jiwa merasa perlu dijelaskan lebih jauh:
“Jika aksara menjadikan aku bertubuh, apakah aku akan terikat dan tak terlepas? Apakah aku kehilangan kesucianku?”
Jawab Sang Kuasa:
“Tubuhmu adalah suara aksara yang mengental. Jika engkau ingin menyucikan tubuhmu, dengungkan kembali aksara-aksara itu sampai bersuara. Suara aksara itu akan melembekkan semua kebekuan jiwa, meluluhkan kekeruhan hati dan jiwa. Sebagaimana air jika ingin memisah diri dari berbagai kotoran yang kadang melewati atau mengambang di atasnya, ia harus menyusup ke dalam pertiwi, begitu juga tubuh yang tak lain suara aksara, ia akan kembali ke kualitas aksara ketika kembali berbagai aksara itu diucapkan dan tata ulang kembali dalam ucap suara aksara. Tubuh disusupkan kembali ke dalam suara aksara. Air disucikan dengan menyusup dalam pertiwi atau diuapkan dalam akasa; tubuh disucikan kembali dengan menyusup dalam suara aksara”.
Sang Jiwa pun berangkat mendengar titah Sang Hyang Titah.
Sebelum berangkat, Sang Jiwa bertanya kembali:
“Jika aku ingin kembali berjumpa denganMu, bagaimana caranya?”
Jawab Sang Hyang Titah:
“Sama seperti saat engkau ke dunia, turun dalan bentuk dan berbekal aksara. Maka ketika kembali kepadaku, kembalilah dalam bentuk aksara.”
Sang Jiwapun turun bertangga dan berpusar dalam aksara. Menjadi putaran suara aksara dan menjelma tubuh.
Demikianlah kisah turunnya Sang Jiwa.
Sang Jiwa tak lain dari aksara yang menjelma tubuh. Untuk kembali Sang Jiwa dikembalikan ke dalam bentuk aksara dan suara aksara.
Upakara atau ritual kematian, di Bali, untuk mengembalikan Sang Jiwa dikenal dengan nama Upakara Ngeringkes (atau Ngelelet).
Melalui tata cara Ngeringkes (atau Ngelelet) tubuh orang yang telah berpulang disucikan kembali ke asalnya, yaitu: aksara suci. Sang Jiwa yang turun ke dunia dengan sarana aksara, dikembalikan ke titik muasalnya yaitu suara suci.
Demikian juga isi dari Kajang (Kain putih bertulis berbagai aksara suci) adalah jalan mengembalikan tubuh kembali ke hakikat suara aksara, yang menjadi muasalnya sebelum terbentuk dan masuk dalam tubuh yang dibentuknya sendiri dengan dengung suara aksara. Dipakai rubrub atau penutup jasad yang berpulang. Pada pokoknya semua Kajang adalah sama. Terdiri dari kombinasi dan komposisi aksara suci Tri Aksara, RwaBhinneda, dan Dasa Aksara, dan penunggalannya. Semua tingkatan stratifikasi sosial mendapat aksara pokok ini. Memang ada sedikit perbedaan antara welaka dan pandhita, karena pandhita dalam masa hidupnya mereka telah mendapat panugrahan Dasa Aksara dll dalam proses diksa dan internalisasi dalam puja dan astawa mereka.
Sang Hyang Titah adalah Ongkara Mula. Inilah ditulis dan diucapkan kembali suaranya. Tubuh sang Jiwa di dalam suara dalam Aksara Krakah-Mudra, Aksara Wrestra-Nuriastra dan Aksara Swalalita.
Ketiga pembagian aksara itu dikenal sebagai Tri Kona yaitu esensi perjalanan Sang Jiwa ketika mengalami kehidupan bertubuh: Utpti, Stiti, Pralina (lahir, hidup, mati). Sang Jiwa yang lahir, tumbuh bertubuh, dan ketika berpulang tangga kembalinya adalah suara aksara.
Sang Jiwa yang bertubuh, jika ingin selaras dengan muasal dan Sang Hyang Titah, ia harus menjalankan doa harian menghayati dan mendengungkan kembali berbagai suara aksara tubuhnya.
Pesan ajaran itu mengatakan: “Suarakan, pahami posisi, hayati, hidupkan sampai bergetar semua aksara-aksara itu”.
1. A = dengung suara aksara Ati Putih
2. Na = dengung suara aksara Nabi (pusar)
3. Ca = dengung suara aksara cekoking gulu (ujung leher)
4. Ra = dengung suara aksara tulang dada (tulang keris)
5. Ka = dengung suara aksara pangrengan (telinga)
6. Da = dengung suara aksara dada
7. Ta = dengung suara aksara netra (mata)
8. Sa = dengung suara aksara sebuku-buku (persendian)
9. Wa = dengung suara aksara ulu hati (madya)
10. La = dengung suara aksara lambe (bibir)
11. Ma = dengung suara aksara cangkem (mulut)
12. Ga = dengung suara aksara gigir (punggung)
13. Ba = dengung suara aksara bahu (pangkal leher)
14. Nga = dengung suara aksara irung (hidung)
15. Pa = dengung suara aksara pupu (paha)
16. Ja = dengung suara aksara jejaringan (penutup usus)
17. Ya = dengung suara aksara ampru (empedu)
18. Nya = dengung suara aksara smara (kama)
Ajaran “Hanacaraka ring sarira” (ha-na-ca-ra-ka dalam anatomi tubuh-jiwa) adalah salah satu metode memasuki hening dengan memahami dan menggetarkan anatomi suara aksara tubuh yang beririsan dengan Sang Jiwa.
Pertemuan sastra yang 18 Aksara Wreastra menjadi Dasa Daksara:
— ha – nya menjadi sang
— na – ya menjadi nang
— ca – ja menjadi bang
— ra – pa menjadi mang
— ka – nga menjadi tang
— da – ba menjadi sing
— ta – ga menjadi ang
— sa – ma menjadi wang
— wa – la menjadi ing, yang
Aksara Wreastra, jika dibaca dari belakang adalah penjabaran ajaran untuk memahami Kamoksan. Dari penjelasan yang tertinggi asal muasal, mantra, agama, kelengkapan manusia, alam dan jalan pencapaian menuju Nirwana, sebagai berikut:
— ‘nyaya’ adalah Sang Hyang Pasupati,
— ‘japa’ adalah Sang Hyang Mantra,
— ‘ngaba’ adalah Sang Hyang Guna,
— ‘gama’ adalah ajaran kebenaran abadi,
— ‘lawa’ adalah manusia,
— ‘sata’ adalah hewan, ternak, dan binatang,
— ‘daka’ adalah sulinggih orang suci,
— ‘raca’ adalah tumbuhan,
— ‘naha’ adalah moksa-nirwana.
Aksara yang adalah muasal dan esensi alam raya dan kehidupan manusia, banyak turunan dan pembahasannya.
Untuk memahami gambaran umum pembagian bija aksara dan modre yang dipakai dasar pembuatan Kajang, ada baiknya membaca sekilas pembagian Aksara Suci di bawah ini.
Pembagian sepuluh:
— Dasa Sita (modre dengan dasar aksara wreasta yaitu dari ha – wa),
— Dasa Sila dan Dasa Bayu (aksara swalelita bertemu dengan sembilan aksara wreasta lainnya, dari la – nya).
Rangkuman dari pertemuan Dasa Sita dengan Dasa Sila dan Dasa Bayu, memunculkan ‘Dasa Aksara’.
Sang Hyang Dasa Aksara dalam badan;
— Sa di jantung,
— Ba di hati,
— Ta di kambung,
— A di empedu,
— I di dasar hati,
— Na di paru – paru,
— Ma di usus halus,
— Si di ginjal,
— Wa di pankreas,
— Ya di ulu hati.
Sang Hyang Dasa Aksara disarikan menjadi Sang Hyang Panca Brahma: Sa, Ba, Ta, A, I.
Sang Hyang Panca Brahma: Sa, Ba, Ta, A, I, disarikan memuncak menjadi menjadi SANG HYANG TRI AKSARA: A, U, Ma.
Terjadikan proses pembentukan suara yang bisa didengungkan sebagai mantra dengan turun SANG HYANG ARDA CANDRA (bulan sabit), SANG HYANG WINDHU (lingkaran) dan SANG HYANG NADA (titik-carik-catra).
Sang Hyang Dasa Aksara pun bersuara: Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang.
Dalam pendetaan di Bali aksara suci tersebut menjadi bagian dari puja, diletakan dalam tubuh, dan penjuru angin, serta dalam sesaji dan doa lainnya. Termasuk dalam pembuatan KAJANG.
Prakteknya ada petunjuk begini:
— Aksara suci puja pangajum: Mang Ang Ong Ung Yang;
— Aksara suci panedun: Ang Ong Ung Yang Mang;
— Aksara suci ngenteb-nganter sesajen banten: Ong Ung Yang Mang Ang;
— Aksara suci nunas panugrahan: Ung Yang Mang Ang Ong.
Aksara suci dalam pembuatan tirta, disebut Panca Tirta,
— Aksara suci Sang sebagai bija aksara Tirta Sanjiwani, pangelukatan (penyucian untuk menjaga kesucian hati).
— Aksara suci Bang sebagai bija aksara Tirta Kamandalu, pangeleburan (penetralisir dari semua anasir negatif).
— Aksara suci Tang sebagai bija aksara Tirta Kundalini, pemunah (penghilang semua kotor dan pengaruh ilmu orang lain atau kekuatan negatif).
— Aksara suci Ang sebagai bija aksara Tirta Mahatirta, kasidian (memberi taksu, ketajaman berpikir, kesaktian, menguatkan ilmu yang dipelajari).
— Aksara suci Ing sebagai bija aksara Tirta Pawitra, pangesengan (membakar mala/kekotoran).
Panca Brahma juga dalam kependetaan diinternalisasi dalam tubuh dan batin:
— Nang diinternalisasi di suara.
— Mang diinternalisasi di tenaga
— Sing diinternalisasi di hati/perasaan
— Wang diinternalisasi di pikiran
— Yang diinternalisasi di nafas.
Selanjutnya jika diulangi dengan urutan terbalik:
— Yang diinternalisasi di jiwa
— Wang diinternalisasi di guna/aura
— Sing diinternalisasi di pangkal tenggorokan
— Mang diinternalisasi di lidah
— Nang diinternalisasi di mulut
Aksara Rwa Bhinneda dalam diri suaranya: Ong Ung.
Ong di hati putih, Ung di hati hitam.
Ung di empedu, Ong di pankreas.
Ong di dubur, Ung di usus.
Aksara Hyang Tunggal: ONG.
Aksara Rwa Bhinneda: Ang (api) dan Ah (air).
Tri Aksara: Mang Ang Ung
Aksara Suci Kemulan: Ang Ung Mang
Pangastitia Widdhi-Dewa-Bhatara: Ung Mang Ang
Pengeraksa Jiwa dengan Catur Aksara: Mang Ang Ung Ong
Pengundang Bhuta Dengen dengan Catur Kahuripan: Ang Ung Ong Mang
Pemageh Bayu dengan Catur Rsi: Ung Ong Mang Ang
Pangemit Bayu dengan Catur Dewati: Ong Mang Ang Ung
Ajaran suci suara aksara tubuh yang lebih luas menjelaskan anatomi tubuh Sang Jiwa terdiri dari 112 simpul suara aksara, secara umum manusia memiliki 108 suara aksara yang membuatnya terkoneksi dengan proses penciptaan awal, Sangkan Paraning Dumadi.
Sang Jiwa turun ke dunia dalam bentuk suara aksara, kembali lagi ke Sang Hyang Titah sebagai suara aksara.
*Materi ini adalah ringkasan diskusi LONTAR INDIK KAJANG, 14 November 2017, disampaikan oleh Sugi Lanus, Kurator Museum Pustaka Lontar, Dukuh Penaban, Karangasem, sekaligus pendiri Hanacaraka Society.
All reactions:
7
Like
Comment
Send
Share:

Contact Us

Name

Email *

Message *

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
My Name is NI NENGAH DESSI.I am a blogger.Female.I am a Balinese.Indonesia is my country.

SEGEHAN HARI RAYA NYEPI

  Kemarin banyak yang tanya Segehan yg 11tanding itu untuk dimana Ini saya share ulang yang lebih lengkap. ✓ Tri Mala Paksa, yaitu Bhuta Buc...