Om Swastyastu Semeton
Ketut Agus Nova, S.Fil. H. M.Ag atau akrab disapa Jro Anom
menjelaskan bayuh oton diyakini sebagai momen untuk menetralisir derita bawaan
sejak lahir. Sehingga tidak jarang jika mebayuh dilaksanakan atas kondisi
tertentu, seperti kelainan jiwa, sakit berkepanjangan, sering dirundung
kesialan atau kecelakaan. “Pelaksanaan mabayuh oton bermaksud untuk pengruwatan
demi menyelamatkan manusia dari akibat keburukan hari lahir dan unsur karma
phala yang buruk. Karena masih melekat pada diri manusia serta mengurangi
pengaruh Sad Ripu atau sifat-sifat keraksasaan yang dibawa sejak lahir,”
jelasnya.
Tak hanya demi menghilangkan segala kesakitan dan kesialan.
Mebayuh oton disebut Jro Anom mampu memperbaiki karakter seorang anak.
Menurutnya Umat Hindu meyakini karakter anak bisa dibawa sejak lahir. Apabila
anak memiliki utang atau kapiutangan saat ia lahir, maka akan berdampak pada
karakternya kelak ketika ia sudah dewasa.“Untuk memusnahkan karakter buruk yang
sudah dibawa dari lahir itu, masyarakat Bali melakukan upacara mabayuh oton.
Mereka percaya dan berdasarkan pengalaman beberapa masyarakat, karakter anak
itu setelah dibayuh berangsur menjadi lebih baik,” terangnya.
Jro Anom menyebutkan upacara mabayuh oton dalam
pelaksanaannya terdapat perbedaan sarana upakara yang dipergunakan. Ini
didasari disamping perbedaan wewaran, wuku dan ingkel. Bahkan tempat mebayuh
atau metubah, tirta yang dipergunakan dikatakan Jro anom bisa saja
berbeda-beda. “Untuk menentukan sarana upakara saat mebayuh oton itu didasari
atas perhitungan pancawara, saptawara dan pawukon.
Sehingga tiap orang bisa saja berbeda-beda jenis sarana
upakara yang dipergunakan,” kata dosen STAHN Mpu Kuturan ini. Disebutkan Jro
Anom Dalam Lontar Wraspati Kalpa tempat mebayuh juga berbeda-beda, berdasarkan
perhitungan pancawara saptawara dan pawukon.
No comments:
Post a Comment