KAJANG

 KENAPA ADA KAJANG?*

Sang Jiwa & Suara Aksara
— Penjelasan Singkat Upakara Ngeringkes dan Ragam Kajang
Oleh Sugi Lanus
Alkisah, Sang Jiwa diperintahkan Sang Hyang Titah pencipta dan pengatur semesta turun ke dunia.
Lalu Sang Jiwa bertanya:
“Bagaimana aku turun ke dunia?”
Sang Hyang Titah memberi penjelasan:
“Engkau akan turun dalam bentuk aksara”.
Sang Jiwa kembali bertanya:
“Apa itu aksara?”
Sang Hyang Titah memberi jawab:
“Aksara adalah keabadian. Aksara adalah hening sebelum penciptaan semesta. Di dalamnya bertumbuh suara aksara. Ia adalah benih-benih terjadinya alam semesta. Ketika semesta diciptakan, yang muncul kepermukaan adalah suara dan biji-biji suara, dalam dengung. Dalam berbagai suku kata berkumandang di alam raya. Om adalah yang tertinggi dan abadi. Lalu pecah menjadi berbagai dengung suara yang terbagi menjadi suara aksara-aksara yang menjadikan unsur-unsur penciptaan terjadi. Waktu, ruang, jiwa dan alam raya. Jiwa adalah aksara dan suaranya. Jika jiwa ingin mendapat tubuh, ia berdengung dalam berbagai ragam aksara, suara-suara itu yang akan menjadi material tubuh. Tubuh yang tercipta dari dengung ini mengikat dan mewadahi jiwa.”
Sang Jiwa merasa perlu dijelaskan lebih jauh:
“Jika aksara menjadikan aku bertubuh, apakah aku akan terikat dan tak terlepas? Apakah aku kehilangan kesucianku?”
Jawab Sang Kuasa:
“Tubuhmu adalah suara aksara yang mengental. Jika engkau ingin menyucikan tubuhmu, dengungkan kembali aksara-aksara itu sampai bersuara. Suara aksara itu akan melembekkan semua kebekuan jiwa, meluluhkan kekeruhan hati dan jiwa. Sebagaimana air jika ingin memisah diri dari berbagai kotoran yang kadang melewati atau mengambang di atasnya, ia harus menyusup ke dalam pertiwi, begitu juga tubuh yang tak lain suara aksara, ia akan kembali ke kualitas aksara ketika kembali berbagai aksara itu diucapkan dan tata ulang kembali dalam ucap suara aksara. Tubuh disusupkan kembali ke dalam suara aksara. Air disucikan dengan menyusup dalam pertiwi atau diuapkan dalam akasa; tubuh disucikan kembali dengan menyusup dalam suara aksara”.
Sang Jiwa pun berangkat mendengar titah Sang Hyang Titah.
Sebelum berangkat, Sang Jiwa bertanya kembali:
“Jika aku ingin kembali berjumpa denganMu, bagaimana caranya?”
Jawab Sang Hyang Titah:
“Sama seperti saat engkau ke dunia, turun dalan bentuk dan berbekal aksara. Maka ketika kembali kepadaku, kembalilah dalam bentuk aksara.”
Sang Jiwapun turun bertangga dan berpusar dalam aksara. Menjadi putaran suara aksara dan menjelma tubuh.
Demikianlah kisah turunnya Sang Jiwa.
Sang Jiwa tak lain dari aksara yang menjelma tubuh. Untuk kembali Sang Jiwa dikembalikan ke dalam bentuk aksara dan suara aksara.
Upakara atau ritual kematian, di Bali, untuk mengembalikan Sang Jiwa dikenal dengan nama Upakara Ngeringkes (atau Ngelelet).
Melalui tata cara Ngeringkes (atau Ngelelet) tubuh orang yang telah berpulang disucikan kembali ke asalnya, yaitu: aksara suci. Sang Jiwa yang turun ke dunia dengan sarana aksara, dikembalikan ke titik muasalnya yaitu suara suci.
Demikian juga isi dari Kajang (Kain putih bertulis berbagai aksara suci) adalah jalan mengembalikan tubuh kembali ke hakikat suara aksara, yang menjadi muasalnya sebelum terbentuk dan masuk dalam tubuh yang dibentuknya sendiri dengan dengung suara aksara. Dipakai rubrub atau penutup jasad yang berpulang. Pada pokoknya semua Kajang adalah sama. Terdiri dari kombinasi dan komposisi aksara suci Tri Aksara, RwaBhinneda, dan Dasa Aksara, dan penunggalannya. Semua tingkatan stratifikasi sosial mendapat aksara pokok ini. Memang ada sedikit perbedaan antara welaka dan pandhita, karena pandhita dalam masa hidupnya mereka telah mendapat panugrahan Dasa Aksara dll dalam proses diksa dan internalisasi dalam puja dan astawa mereka.
Sang Hyang Titah adalah Ongkara Mula. Inilah ditulis dan diucapkan kembali suaranya. Tubuh sang Jiwa di dalam suara dalam Aksara Krakah-Mudra, Aksara Wrestra-Nuriastra dan Aksara Swalalita.
Ketiga pembagian aksara itu dikenal sebagai Tri Kona yaitu esensi perjalanan Sang Jiwa ketika mengalami kehidupan bertubuh: Utpti, Stiti, Pralina (lahir, hidup, mati). Sang Jiwa yang lahir, tumbuh bertubuh, dan ketika berpulang tangga kembalinya adalah suara aksara.
Sang Jiwa yang bertubuh, jika ingin selaras dengan muasal dan Sang Hyang Titah, ia harus menjalankan doa harian menghayati dan mendengungkan kembali berbagai suara aksara tubuhnya.
Pesan ajaran itu mengatakan: “Suarakan, pahami posisi, hayati, hidupkan sampai bergetar semua aksara-aksara itu”.
1. A = dengung suara aksara Ati Putih
2. Na = dengung suara aksara Nabi (pusar)
3. Ca = dengung suara aksara cekoking gulu (ujung leher)
4. Ra = dengung suara aksara tulang dada (tulang keris)
5. Ka = dengung suara aksara pangrengan (telinga)
6. Da = dengung suara aksara dada
7. Ta = dengung suara aksara netra (mata)
8. Sa = dengung suara aksara sebuku-buku (persendian)
9. Wa = dengung suara aksara ulu hati (madya)
10. La = dengung suara aksara lambe (bibir)
11. Ma = dengung suara aksara cangkem (mulut)
12. Ga = dengung suara aksara gigir (punggung)
13. Ba = dengung suara aksara bahu (pangkal leher)
14. Nga = dengung suara aksara irung (hidung)
15. Pa = dengung suara aksara pupu (paha)
16. Ja = dengung suara aksara jejaringan (penutup usus)
17. Ya = dengung suara aksara ampru (empedu)
18. Nya = dengung suara aksara smara (kama)
Ajaran “Hanacaraka ring sarira” (ha-na-ca-ra-ka dalam anatomi tubuh-jiwa) adalah salah satu metode memasuki hening dengan memahami dan menggetarkan anatomi suara aksara tubuh yang beririsan dengan Sang Jiwa.
Pertemuan sastra yang 18 Aksara Wreastra menjadi Dasa Daksara:
— ha – nya menjadi sang
— na – ya menjadi nang
— ca – ja menjadi bang
— ra – pa menjadi mang
— ka – nga menjadi tang
— da – ba menjadi sing
— ta – ga menjadi ang
— sa – ma menjadi wang
— wa – la menjadi ing, yang
Aksara Wreastra, jika dibaca dari belakang adalah penjabaran ajaran untuk memahami Kamoksan. Dari penjelasan yang tertinggi asal muasal, mantra, agama, kelengkapan manusia, alam dan jalan pencapaian menuju Nirwana, sebagai berikut:
— ‘nyaya’ adalah Sang Hyang Pasupati,
— ‘japa’ adalah Sang Hyang Mantra,
— ‘ngaba’ adalah Sang Hyang Guna,
— ‘gama’ adalah ajaran kebenaran abadi,
— ‘lawa’ adalah manusia,
— ‘sata’ adalah hewan, ternak, dan binatang,
— ‘daka’ adalah sulinggih orang suci,
— ‘raca’ adalah tumbuhan,
— ‘naha’ adalah moksa-nirwana.
Aksara yang adalah muasal dan esensi alam raya dan kehidupan manusia, banyak turunan dan pembahasannya.
Untuk memahami gambaran umum pembagian bija aksara dan modre yang dipakai dasar pembuatan Kajang, ada baiknya membaca sekilas pembagian Aksara Suci di bawah ini.
Pembagian sepuluh:
— Dasa Sita (modre dengan dasar aksara wreasta yaitu dari ha – wa),
— Dasa Sila dan Dasa Bayu (aksara swalelita bertemu dengan sembilan aksara wreasta lainnya, dari la – nya).
Rangkuman dari pertemuan Dasa Sita dengan Dasa Sila dan Dasa Bayu, memunculkan ‘Dasa Aksara’.
Sang Hyang Dasa Aksara dalam badan;
— Sa di jantung,
— Ba di hati,
— Ta di kambung,
— A di empedu,
— I di dasar hati,
— Na di paru – paru,
— Ma di usus halus,
— Si di ginjal,
— Wa di pankreas,
— Ya di ulu hati.
Sang Hyang Dasa Aksara disarikan menjadi Sang Hyang Panca Brahma: Sa, Ba, Ta, A, I.
Sang Hyang Panca Brahma: Sa, Ba, Ta, A, I, disarikan memuncak menjadi menjadi SANG HYANG TRI AKSARA: A, U, Ma.
Terjadikan proses pembentukan suara yang bisa didengungkan sebagai mantra dengan turun SANG HYANG ARDA CANDRA (bulan sabit), SANG HYANG WINDHU (lingkaran) dan SANG HYANG NADA (titik-carik-catra).
Sang Hyang Dasa Aksara pun bersuara: Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang.
Dalam pendetaan di Bali aksara suci tersebut menjadi bagian dari puja, diletakan dalam tubuh, dan penjuru angin, serta dalam sesaji dan doa lainnya. Termasuk dalam pembuatan KAJANG.
Prakteknya ada petunjuk begini:
— Aksara suci puja pangajum: Mang Ang Ong Ung Yang;
— Aksara suci panedun: Ang Ong Ung Yang Mang;
— Aksara suci ngenteb-nganter sesajen banten: Ong Ung Yang Mang Ang;
— Aksara suci nunas panugrahan: Ung Yang Mang Ang Ong.
Aksara suci dalam pembuatan tirta, disebut Panca Tirta,
— Aksara suci Sang sebagai bija aksara Tirta Sanjiwani, pangelukatan (penyucian untuk menjaga kesucian hati).
— Aksara suci Bang sebagai bija aksara Tirta Kamandalu, pangeleburan (penetralisir dari semua anasir negatif).
— Aksara suci Tang sebagai bija aksara Tirta Kundalini, pemunah (penghilang semua kotor dan pengaruh ilmu orang lain atau kekuatan negatif).
— Aksara suci Ang sebagai bija aksara Tirta Mahatirta, kasidian (memberi taksu, ketajaman berpikir, kesaktian, menguatkan ilmu yang dipelajari).
— Aksara suci Ing sebagai bija aksara Tirta Pawitra, pangesengan (membakar mala/kekotoran).
Panca Brahma juga dalam kependetaan diinternalisasi dalam tubuh dan batin:
— Nang diinternalisasi di suara.
— Mang diinternalisasi di tenaga
— Sing diinternalisasi di hati/perasaan
— Wang diinternalisasi di pikiran
— Yang diinternalisasi di nafas.
Selanjutnya jika diulangi dengan urutan terbalik:
— Yang diinternalisasi di jiwa
— Wang diinternalisasi di guna/aura
— Sing diinternalisasi di pangkal tenggorokan
— Mang diinternalisasi di lidah
— Nang diinternalisasi di mulut
Aksara Rwa Bhinneda dalam diri suaranya: Ong Ung.
Ong di hati putih, Ung di hati hitam.
Ung di empedu, Ong di pankreas.
Ong di dubur, Ung di usus.
Aksara Hyang Tunggal: ONG.
Aksara Rwa Bhinneda: Ang (api) dan Ah (air).
Tri Aksara: Mang Ang Ung
Aksara Suci Kemulan: Ang Ung Mang
Pangastitia Widdhi-Dewa-Bhatara: Ung Mang Ang
Pengeraksa Jiwa dengan Catur Aksara: Mang Ang Ung Ong
Pengundang Bhuta Dengen dengan Catur Kahuripan: Ang Ung Ong Mang
Pemageh Bayu dengan Catur Rsi: Ung Ong Mang Ang
Pangemit Bayu dengan Catur Dewati: Ong Mang Ang Ung
Ajaran suci suara aksara tubuh yang lebih luas menjelaskan anatomi tubuh Sang Jiwa terdiri dari 112 simpul suara aksara, secara umum manusia memiliki 108 suara aksara yang membuatnya terkoneksi dengan proses penciptaan awal, Sangkan Paraning Dumadi.
Sang Jiwa turun ke dunia dalam bentuk suara aksara, kembali lagi ke Sang Hyang Titah sebagai suara aksara.
*Materi ini adalah ringkasan diskusi LONTAR INDIK KAJANG, 14 November 2017, disampaikan oleh Sugi Lanus, Kurator Museum Pustaka Lontar, Dukuh Penaban, Karangasem, sekaligus pendiri Hanacaraka Society.
All reactions:
7
Like
Comment
Send
Share:

No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
My Name is NI NENGAH DESSI.I am a blogger.Female.I am a Balinese.Indonesia is my country.

SEGEHAN HARI RAYA NYEPI

  Kemarin banyak yang tanya Segehan yg 11tanding itu untuk dimana Ini saya share ulang yang lebih lengkap. ✓ Tri Mala Paksa, yaitu Bhuta Buc...